Rabu, 10 Oktober 2012

Kenapa Bayi - Bayi itu dibuang?



Membaca sebuah artikel di VOA Indonesia yang berjudul Jumlah bayi yang dibuang di Korea Selatan meningkat. Seorang Pendeta yang dikenal karena menyediakan tempat yang disebut baby box yang ditujukan bagi para ibu untuk meninggalkan bayi yang tidak mereka inginkan ke tempat tersebut. Pendeta tersebut  menyatakan sejak pemerintah Korea Selatan mengeluarkan Undang-Undang baru yang bermaksud melindungi anak - anak justru  memicu jumlah bayi yang dibuang ketempatnya.

Artikel tersebut menggugah hati nurani saya, terlebih kalau saya melihat foto bayi mungil dan tak berdosa itu sedang di gendong pastur yang penuh kasih itu. Saya sangat menyesalkan tindakan orangtua yang membuang bayinya sendiri tersebut. Kalau anak itu jatuh ketangan orang yang tepat paling tidak ia akan dirawat penuh kasih sayang walaupun ketika ia dewasa ia pasti akan mempertanyakan kenapa ia dibuang. Kalau ia jatuh ke tangan orang yang salah kemungkinan hidupnya akan menderita dengan setumpuk penyesalan. Dalam pertumbuhannya nanti menjadi anak, remaja dan dewasa pasti mempunyai dampak psikologis terhadap mereka yang dulunya dibuang oleh orang tua mereka. Mungkin di dalam hati mereka mempertanyakan kenapa orang tua mereka  tega membuang bayinya sendiri darah dagingnya sendiri? Pembuangan bayi merupakan pelanggaran hak anak yang membutuhkan perlindungan khusus didamping itu juga menggugat nurani kita bila melihat bayi kecil lemah tak berdaya tersebut yang seharusnya mendapat kasih sayang dan kehangatan dari orang tua kandungnya. Ikatan antara orang tua dan anak pastilah sangat kuat apalagi si ibu yang mengandung selama 9 bulan 10 hari dan merasakan sakitnya ketika melahirkan.

Berita pembuangan bayi di Indonesia juga  seringkali kita dengar melalui media TV, koran ataupun internet dan yang lebih mengenaskan ditemukan dalam keadaan meninggal dunia seperti kejadian yang diberitakan dalam Jakartamagazine.com yang memberitakan telah ditemukan mayat bayi  yang berusia 5 bulan dibuang diselokan bulan Mei yang lalu. Menurut catatan akhir tahun 2011 Komisi Nasional Perlindungan Anak dalam komnaspa.wordpress.com pada tahun 2011 terdapat 186 kasus pembuangan anak meningkat dari tahun 2010 dimana terdapat 104 kasus.  Dari jumlah bayi yang dibuang tersebut 68% dibuang dalam keadaan meninggal dunia. Bayi - bayi yang  dibuang tersebut ditemukan di bak sampah, halaman atau teras rumah warga, di sungai atau got dan pembuangan air selokan, rumah ibadah, terminal bis, serta di stasiun dan terminal kereta api. Fakta yang sangat menyedihkan sekali.

Tahun 2012 ini saya belum menemukan angka pasti bayi yang dibuang, dari berita wartakota.co.id pada bulan Agustus saja yang memberitakan  pada awal bulan Ramadan telah ditemukan dua orang bayi yang dibuang dalam kondisi tak bernyawa. Menurut catatan RSCM dua bulan terakhir Juni _ Juli sudah ada belasan bayi yang ditemukan tak bernyawa di saluran air, tong sampah , depan kampus dan lain sebagainya.  Fakta tersebut sangatlah menyedihkan apalagi apalagi bayi tersebut tak berdosa, mereka korban dari kesalahan orang tuanya. Banyak faktor penyebab mengapa mereka tega membuang anaknya sendiri. Orang tua yang frustasi karena belum siap untuk menikah dan mempunyai anak. Anak dari hasil hubungan gelap , pergaulan bebas dari anak - anak yang masih dibawah umur sehingga dari pada menanggung malu mereka tega membuang bahkan membunuh darah daging sendiri. Faktor kemiskinan, karena ekonomi yang sulit mereka tidak sanggup untuk membiayai anaknya nanti. Namun apapun alasan dan penyebabnya,menurut saya hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Pengawasan dan penyelenggaraan perlindungan terhadap anak khususnya masalah pembuangan bayi semakin harus diperketat baik oleh negara dalam hal ini Komisi Nasional Perlindungan Anak maupun warganegara dalam hal ini  masyarakat dan keluarga yang terkait. Dan kasus - kasus yang sudah ada untuk dapat dituntaskan dan ditindak tegas secara hukum  untuk memberikan efek jera kepada masyarakat lainnya. Disamping itu diperlukan pendampingan secara sosial masyarakat dan keagamaan kepada pelaku dan keluarganya.

Indonesia juga mempunyai Undang - Undang yang mengatur tentang perlindungan Anak yaitu UU no 23 tahun 2002 sedangkan secara internasional juga ada Konvensi PBB tentan hak - hak anak yang juga mencakup perlindungan terhadap anak yang ditandatangani pada tanggal 20 November 1989 (Wikipedia Indonesia). Menurut pendapat saya disamping diperlukan peran serta negara sebagai pengontrol sangat juga diperlukan peran serta aktif lembaga sosial masyarakat, agama  dan terlebih keluarga. Keluarga memegang peranan penting dalam upaya meniadakan kasus - kasus bayi yang dibuang. Hubungan keluarga yang harmonis dan akrab serta saling mengasihi didukung dengan pendidikan moral maupun agama, ketaatan didalam beribadah kepada Tuhan dapat menjadi fondasi yang kuat untuk membentengi diri dari perilaku - perilaku yang bertentangan dengan nilai tatasusila, moral dan agama seperti hubungan di luar nikah yang menyebabkan kehamilan yang tidak dikehendaki dan berujung dengan kasus aborsi dan bayi - bayi yang dibuang. Harapan saya dan kita semua agar apa yang menjadi akar penyebab terjadinya kasus - kasus pembuangan bayi itu dapat diselesaikan dan dilakukan tindakan pencegahan. Kasus-kasus pembuangan bayi dapat mengalami penurunan secara drastis bahkan menjadi tidak ada lagi kasus-kasus seperti itu termasuk aborsi, penganiayaan dan pembunuhan bayi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar